Demikianlah bunyi tema World Stroke Day (WSD) tahun 2021 ini, yang kurang lebih bermakna hitungan menit yang menyelamatkan kehidupan. Menunjukkan betapa keterlambatan dalam penanganan stroke akan merugikan penderitanya, yaitu akan meningkatkan risiko kematian dan kecacatan. Oleh karena itu, wajar apabila kampanye untuk mengenalkan deteksi dini gejala stroke dan pentingnya untuk segera di bawa ke RS merupakan hal yang terus diulang dan ditekankan.
Toh demikian, stroke tetaplah momok. Belum bergeser dari salah satu penyebab kematian dan kecacatan tertinggi di negeri ini. Betapa banyak pasien sudah berusaha datang cepat ke rumah sakit, namun tidak mendapat terapi yang semestinya.
Mereka berusaha mengejar mengejar fase hiperakut, namun trombolisis atau trombektomi tak urung dikerjakan. Demikian pula, berapa banyak pasien dengan stroke akut tidak mendapat terapi yang ideal sesuai guideline ataupun PNPK (Pedoman Nasional Pelayanan Kedokteran) Stroke 2019 yang sudah ditetapkan.
Di saat masyarakat sudah mulai sadar, stake holder pemberi pelayanan ternyata belum bisa siap maksimal. Hanya segelintir centre yang siap untuk memberikan penanganan yang paripurna untuk penanganan stroke, khususnya pada fase akut dan hiperakut. Berbagai problem masih dihadapi. Mulai dari tidak tersedianya fasilitas, ketidaksiapan SDM, sistem pelayanan yang belum ada, sampai alasan klise problem dukungan pembiayaan.
Ini adalah PR besar bagi kita semua. Pemerintah bersama perhimpunan profesi dokter terkait harus menambil langkah serius sebagai solusi. Sudah sangat lama problem stroke tercatat sebagai masalah utama kesehatan nasional, namun tak ada perubahan dari waktu ke waktu.
Sebenarnya kalau kita renungkan jargon semisal time is brain, minutes can save lives, dan yang semisalnya bukanlah hanya ditujukan unutk masyarakat sebagai pasien. Hal ini juga berlaku bagi pemberi pelayanan, sudah siapkah memberikan pelayanan sesuai harapan ?
No comments:
Post a Comment