Thursday, October 22, 2020

Terima Kasih Dok ...

 " Terima kasih Pak Dokter. Alhamdulillah sekarang saya sudah bisa shalat dengan normal dan sudah bisa jalan ke masjid lagi. "

Mak nyess.. Adem rasanya di hati. Terkadang air mata pun menetes jika ada pasien yang menyampaikan hal semisal ini.
Di antara rasa bahagia terbesar bagi saya ketika menjalani profesi ini : menjadi salah satu sebab seorang hamba bisa sembuh dari sakit dan kembali sehat fisiknya sehingga bisa melaksanakan ibadah.
Alhamdulillah... Bi idznillah.

#neuro_story

Friday, September 25, 2020

Pasien Stroke dengan 10 Dokter Spesialis

(1) Spesialis saraf

(2) Spesialis bedah saraf

(3) Spesialis anastesi

(4) Spesialis jantung

(5) Spesialis paru

(6) Spesialis penyakit dalam

(7) Spesialis penyakit mulut

(8) Spesialis rehabilitasi medik

(9) Spesialis mikrobiologi

(10) Spesialis gizi klinik

Setidaknya ada 10 dokter dengan spesialisasi di atas yang ikut menangani pasien saya yang satu ini.

Pasien datang diantar keluarganya ke IGD dengan keluhan utama tiba-tiba mengalami penurunan kesadaran yang didahului nyeri kepala dan muntah-muntah. Hasil pemeriksaan menunjukkan keasadaran menurun, tekanan darah (TD) saat di IGD 210/110. Pasien dicurigai mengalami serangan stroke dan dikonsulkan oleh dokter jaga IGD ke dokter spesialis saraf(1). Segera dilakukan Head CT Scan, ternyata terdapat perdarahan intracerebral dan intraventrikuler dengan volume lebih dari 30 cc. Pasien segera dikonsulkan ke dokter spesialis bedah saraf(2). Dokter bedah saraf memutuskan harus dilakukan operasi cito.

Paska operasi pasien dirawat di ICU sehingga ditangani pula oleh dokter spesialis anastesi(3). Satu hari paska operasi pasien masih mengalami penurunan kesadaran. Hari ke-4 kondisi klinis dan kesadaran pasien membaik, pasien diputuskan sudah tidak perlu perawatan intensif di ICU sehingga dipindahkan ke ruangan perawatan stroke.

Kondisi TD pasien masih tinggi dan pasien mengalami demam. Saya putuskan untuk tetap memberikan aggressive treatment untuk menurunkan TD dengan obat infus intravena. Hari berikutnya target penurunan TD belum tercapai sehingga saya putuskan untuk konsul ke dokter spesialis jantung(4) untuk mengatasi problem hipertensi refrakter pada pasien.

Visite hari ke-6 pasein masih demam dan mengeluatkan sekret lendir dan napasnya tampak grok-grok. Saya konsulkan ke dokter spseiaslis paru(5) karena curiga kemungkinan ke arah pneumonia. Hasil pemeriksaan dokter spesialis paru ternyata bukan pneumonia, kemungkinan retensi lendir karena pasien tirah baring lama. Diprogramkan pemberian obat melalui nebulizer dan chest therapy untuk membantu mengeluarkan lendir.

Karena masih demam, saya putuskan untuk konsul ke dokter spesialis penyakit dalam(6) untuk pelacakan penyebab demamnya. Analisis dokter penyakit dalam curiga ke arah infeksi saluran kencing. Kemudian dilakukan pemeriksaan kultur untuk memastikan kuman penyebabnya.

Problem lain muncul ternyata pasien juga mulai muncul sariawan di mulutnya. Saya putuskan untuk konsul ke doktrer gigi spesialis penyakit mulut(7). Pasien mendapat obat oles dan beberapa hari kemudian keluhan membaik.

Beberapa hari berikutnya kondisi umum pasien mulai mebaik. TD mulai terkontrol dan sudah tidak lagi demam. Tidak lupa pasien saya konsulkan ke dokter spesialis rehabilitasi medik(8). Dari pemeriksaan didapatkan hasil hemiparesis dextra dan afasia sehingga pasien memerlukan fisioterapi dan speech therapy. Tidak lupa diprogramkan juga chest therapy untuk mencegah terjadinya infeksi paru.

Selang beberapai hari setelah pemeriksaan kultur darah, dokter spesialis mikrobiologi(9) mengabarkan ada infeksi bakteri dan perlu pemberian antibiotik yang sensitif untuk bakteri tersebut. Beliau juga menyarankan untuk mencegah infeksi dengan mulai mobilisasi, chest therapy, dan mencopot kateter urin.

Hari ke-13 perawatan pasien sudah mulai tampak lebih segar. Pasien saya rencanakan untuk pulang. Sebelum pulang pasien saya konsulkan ke dokter spesialis gizi klinik(10) agar pasien dan keluarga mendapatkan informasi tentang diet makanan yang tepat untuk pasien.

Hari ke-14 pasien sudah bisa pulang dari rumah sakit. Kondisi pasien baik, namun pasien masih memiliki disabilitas kelemahan anggota gerak kanan dan afasia yang memerlukan fisioterapi dan terapi wicara berkala untuk membantu memperbaiki fungsinya.

Jadilah pasien ini dirwat oleh 10 orang dokter spesialis. Belum lagi termasuk peran dokter umum di IGD, maupun dokter spesialis radiologi dan spesialis patologi klinik yang juga memiliki peran penting di balik layar. Demikianlah dinamika merawat pasien stroke. Terkadang kita butuh untuk kolaborasi dengan dokter spesialis bidang lain sesuai dengan kompetensi masing-masing. Inilah stroke, terkadang problemnya sangat kompleks. Butuh perawatan beberapa hari, butuh macam-macam pemeriksaan ini dan itu, serta perlu koordinasi dan kolabolarsi dengan banyak ahli.

Maka, sungguh memprihatinkan kalo ada iklan pengobatan stroke cukup dengan terapi lintah, tusuk jarum, atau sekedar injak-injak kaki. Dan kami lebih prihatin lagi jika ternyata banyak yang mempercayainya. Tidak sedikit, kasus stroke yang kondisinya memburuk karena terlambat  penanganan atau salah dalam memberikan pengobatan. 



Sunday, September 13, 2020

Mitos Ngeri Epilepsi



Banyak masyarakat beranggapan keliru tentang penyakit epilepsi. Mitos yang salah tentang penyakit ini pun terus berkembang di masyarakat. Di antara mitos yang beredar di masyarakat antara lain adanya anggapan bahwa epilepsi bisa menular. Anggapan seperti ini keliru, epilepsi bukanlah penyakit menular. Penyakit yang bisa menular adalah penyakit yang disebabkan karena infeksi kuman. Seseorang tidak akan mengalami epilepsi saat berdekatan dengan penderita epilepsi. Orang sehat juga tidak akan mengalami epilepsi jika bersentuhan dengan pendertia epilepsi, bahkan jika terkena ludahnya sekalipun. Oleh karena itu, tidak ada masalah orang yang sehat berinteraksi dan bergaul dengan penderita epilepsi karena epilepsi bukanlah penyakit menular.

Mitos yang lain adalah menganggap epilepsi sebagai bentuk dari penyakit sawan atau kekuatan gaib, kesurupan, kemasukan roh jahat, bahkan dianggap sebagai kutukan Tuhan. Mitos ini masih banyak berkembang di masyarakat. Inilah mitos negatif yang justru memojokkan penderita epilepsi. Mitos ini juga mengakibatkan penderita epilepsi semakin dikucilkan. Fenomena tersebut terlihat pada masih banyaknya kejadian penderita yang mengalami serangan epilepsi namun tidak segera ditolong dengan cepat dan bahkan didiamkan atau ditinggal begitu saja.

Masih ada juga yang menganggap bahwa penderita epilepsi pasti selalu cacat mental. Bisa dikatakan bahwa IQ tidak ada kaitannya dengan penyakit epilepsi. Banyak orang yang menganggap penderita epilepsi adalah bodoh atau IQ jongkok dan mengalami cacat mental. Anggapan ini tidak benar, bahkan dalam realitanya banyak penderita epilepsi yang memiliki IQ yang tingginya di atas rata-rata. Melihat adanya fakta ini, maka kini penderita epilepsi atau keluarga yang memiliki penderita epilepsi haruslah lebih baik dalam melihat potensi apa yang dimiliki pada penderita epilepsi sehingga tidak terkena diskriminasi dalam kehidupan sosial masyarakat. Pada penderita epilepsi, fungsi dari bagian otak dan tubuh lainnya bisa jadi masih normal. Bahkan konon katanya nama-nama terkenal seperti Sir Alfred Nobel, Napoleon, dan Socrates dikenal sebagai penderita epilepsi.

Mitos ngeri dan tidak benar tentang epilepsi harus dihilangkan dari masyarakat. Epilepsi bukan penyakit menular maupun penyakit kutukan sehingga penderitanya pun tidak boleh dikucilkan. Jangan khawatir bagi penderita epilepsi karena pada banyak kasus penyakit ini bisa disembuhkan asal mendapatkan penanganan yang tepat.

Thursday, August 13, 2020

Unpredictable Stroke


Stroke adalah salah satu penyakit yang outcome-nya sangat bervariasi, berbeda satu kasus dengan kasus yang lain. Banyak faktor yang mempengaruhinya.  Bahkan kondisi yang awalnya “baik-baik saja” pun bisa memburuk selama perawatan dan akhirnya meninggal. Sebaliknya, tidak sedikit pula yang datang ke IGD kondisinya “jelek”, tapi bisa pulang dari rumah sakit dengan kondisi yang normal tanpa defisit neurologis.

Kondisi pertama adalah seperti yang dialami pasien saya. Datang ke IGD dengan keluhan wajah perot dan bicara pelo. Diperiksa tekanan darah di IGD cukup tinggi, 190/100. Pasien dirawat dengan diagnosis klinis stroke. Dilakukan pemeriksaan CT scan kepala, tidak didapatkan gambaran perdarahan dan tidak tampak jelas gambaran infark saat itu. Pasien mondok dengan diagnosis stroke non peradarahan.

Waktu visite hari berikutnya, kondisi pasien masih sadar namun keluhan pelo dan perot masih dirasakan. Hasil pemeriksaan fisik yang lain dalam batas normal. Tiba-tiba saja di sore harinya saya dikabari pasien tiba-tiba mengalami penurunan kesadaran dan beberapa saat kemudian meninggal.

Kondisi berbeda dialami pasien saya yang lain. Pasien datang diantar keluarga dalam kondisi tidak sadarkan diri, setelah sebelumnya muntah dan kejang-kejang. Hasil CT scan kepala menunjukkan adanya perdarahan. Tidak ada indikasi untuk dilakukan operasi sehingga pasien hanya diberi terapi obat-obatan. Tampak gambaran perdarahan berada area batang otak. ICH brain stem, alamat prognosis buruk. Pasien dirawat dan observasi di ICU. Begitu ketemu keluarga saya sudah edukasi maksimal untuk kemungkinan prognosis yang paling buruk yaitu kematian. Stroke perdarahan memang lebih cenderung menyebabkan kematian dibanding stroke non perdarahan, apalagi lokasinya di batang otak.

Hari pertama saya visite di ICU pasien masih belum sadar total. Hari kedua dan ketiga kesadaran pasien berangsur mulai mulai membaik. Akhirnya pasien sadar total namun ada keluhan kelemehan di anggota gerak sebelah kiri. Segera kami konsultasikan ke bagian rehabilitasi medik agar dilakukan fisioterapi. Setelah beberapa hari pasien dirawat di ICU, kondisi pasien mulai stabil dan bisa dirawat di bangsal.

Kondisi pasien terus semakin membaik, bahkan kelemahan anggora gerak sebelah kiri semakin membaik dan akhirnya kekuatannya bisa membaik seperti semula. Pasien pulang dari rumah sakit dengan normal tanpa gejala kecacatan yang berarti.

Demikilah gambaran kasus stroke, seringkali unpredictable. Pasien yang kita prediksi akan baik-baik saja kondisinya bisa memburuk tiba-tiba. Sebaliknya pasien yang kita prediksi akan mengalami kondisi kematian justru malah bisa membaik dan sehat kembali seperti sedai kala.

Menjadi penting dan pengingat bagi kita bahwa kasus stroke tetaplah stroke, seberapapun ringan kondisi defisit neurologisnya. Tidak boleh diremehkan meskipun gejalanya ringan dan gambaran CT-scan yang tidak menunjukkan kelainan berarti. Stroke adalah kelainan di pembuluh darah otak yang sangat berpotensi berbahaya. Perubahan kondisi di pembuluh darah otak selama perawatan di fase-fase awal sangat bisa mengalami perubahan. Bisa terjadi perluasan kerusakan otak karena adanya sumbatan atau perdarahan baru yang terjadi di pembuluh darah otak. Belum lagi komplikasi yang menyertai yang sangat mungkin terjadi.

Memang demikianlah stroke, ada keunikan dalam setiap kasusnya. Bukan berarti outcome pasien tidak diprediksi, namun kita harus waspada karena bisa jadi setiap kasus stroke adalah unpredictable stroke.


Monday, July 20, 2020

Cintaku Tidak Lumpuh Karena Stroke

Katanya, pasien adalah guru terbaik bagi seorang dokter. Bagi saya, ini tidak hanya dalam ilmu kedokteran saja, tapi juga dalam pelajaran kehidupan. Berinteraksi dengan mereka banyak menambah pengalaman. Kali ini adalah faidah dan pelajaran dari pasien saya sepasang suami istri yang sudah lansia.

Salah satu kisah yang saya ambil hikmahnya adalah dari pasien Ny. Mawar. Usianya sudah 67 tahun. Pasien mengalami reccurent stroke, sudah berulang sebanya tiga kali. Stroke pertama terjadi lima tahun yang lalu. Serangan kedua terjadi lebih kurang dua tahun yang lalu. Yang paling akhir terjadi lebih kurang lima bula yang lalu.

Saat ini pasien mengalami kelemahan anggota gerak sisi kanan dan afasia global (gangguan komunikasi total sehingga pasien tidak bisa memahami pembicaraan maupun meresponnya), sehingga pasien tidak bisa berkomunikasi sama sekali. Segala kebutuhanya tergantung dengan bantuan orang lain. Suaminya, dialah yang setia melayaninya. Memandikanya, mendulang makanannya, dan mengurus semua kebutuhannya.

Seperti biasa kali ini Ny Mawar kontrol ke poli. Suaminya sendiri yang mendorong kursi rodanya masuk ruang periksa. Sering saya lihat di ruang tunggu, sang suami pula yang membantu memberinya makan dan minum.

Pasien hanya berdua tinggal dengan suaminya. Anak-anaknya tinggal di kota yang berbeda. Sesekali saja mereka mengunjungi kedua orangtuanya di saat mereka libur kerja. Otomatis semua kebutuhan pasien, suamilah yang mengurusnya. Mulai dari makan, minum obat, mandi, sampai mengantarnya kontrol rutin ke dokter.

Dari sini secara tersirat saya bisa melihat bukti cinta sang suami kepada istrinya. Seolah beliau berkata, “ Badanmu boleh saja lumpuh karena stroke, tetapi cintaku padamu tidak akan pernah lumpuh. “

Hari itu pasien keluar dari poli. Suami yang menggandeng erat tangan istrinya ketika menuntunnya berjalan menuju kursi rodanya. Pandangan yang romantis, pasangan yang tetap langgeng sampai usia senja. Dari sini saya belajar pentingnya kesetiaan.

***


Pasien stroke, dalam beberapa kondisi memang membutuhkan dukungan penuh dari keluarganya, orang terdekatnya. Pasangan, orang tua, atau anaknya. Kepada keluarga pasien yang setia merawat keluarganya, saya pribadi salut kepada mereka. Di sinilah peran penting keluarga dalam mendukung kesembuhan pasien stroke.

Semoga, siapa saja yang merawat keluarganya yang sedang stroke senantiasa diberi kesabaran dalam melakukannya. Peran mereka sangat besar, bahkan bisa jadi lebih besar daripada sang dokter yang merawatnya.



Saturday, July 18, 2020

Bersyukur dengan Stroke

Mr. X adalah pasien paska serangan stroke dengan gejala saat ini berupa kelemahan anggota gerak sisi kiri sehingga dia perlu berjalan dengan bantuan tongkat. Tangan kirinya juga belum bisa bergerak maksimal.
Saya kasih penjelasan untuk pasien ini, “ Alhamdulillah yang lumpuh hanya tangan dan kaki. Untuk fungsi bicara, menelan, dan fungsi kognitif masih bagus. Banyak bersyukur ya Pak, banyak pasien stroke yang kondisinya lebih parah dari Bapak. “

***

Ny. Y merupakan pasien stroke dengan fungsi motorik tangan dan kaki relatif bagus dan membaik, namun masih ada kelemahan otot wajah sehingga wajahnya perot serta bicaranya pelo dan tidak jelas.
Untuk beliau saya kasih advice, “ Alhamdulillah yang tersisa tinggal kelemahan otot wajah yang belum membaik sempurna. Disyukuri ya Bu, panjenengan masih bisa aktifitas menggunakan tangan dan kaki dengan normal. Beberapa pasien stroke ada yang tidak bisa berjalan lagi. “

***

Pasien kali ini kondisinya cukup complicated. Saat itu dia masih terbaring di bed rawat inap. Akibat strokenya beliau mengalami kelemahan anggota gerak sisi kanan, disfagia (gangguan menelan), dan afasia (gangguan berbahasa sehingga pasien tidak bisa berkomunikasi). Pasien tergeletak lemah dan terpasang selang NGT (selang makan).
Kepada anak pasien saya beri edukasi, “ Kondisi Bapak Anda sudah stabil. Namun ada masalah di beberapa fungsi vitalnya yaitu fungsi menelan, bicara/komunikasi, dan bergerak. Jadi segala aktifitasnya harus dibantu. Saya harap para anak dan keluarganya bisa merawat pasien ini dengan baik di rumah. Disyukuri ya, kalian para anaknya diberi kesempatan emas untuk merawat bapak dan semoga bisa menjadi ladang pahala yang besar. Jangan sia-siakan kesempatan ini. “
Stroke, seringkali meninggalkan gejala sisa berupa kecacatan dan disabilitas yang menetap. Mulai dari cacat ringan sampai yang berat. Apapun kondisi yang dialami pasien, saya akan upayakan untuk tetap menasehatkan tentang syukur kepada mereka. Alhamdulillah. Segala puji hanyalah milik Allah.


Cintaku Pada Nevi

Namanya adalah Nevi Kedengarannya cantik sekali Pertama kali kenal dalam sebuah presentasi Materi tentang cerebal angiografi Yang di...